Sejarah Kelurahan Jatirejo
Kelurahan Jatirejo ada sejak jaman simbah Kyai Potrowongso yang merupakan orang pertama kali atau cikal bakal dalam menempati daerah yang masih menjadi hutan jati. Lambat laun masyarakat sekitar yang bermata pencaharian dari menebang pohon jati untuk dijadikan bahan bangunan rumah atau kayu atau yang biasa disebut dengan blabak, maka daerah tersebut sering dikenal sebagai dengan daerah Blabak, dan semakin banyak orang buronan Belanda dan berandal, rampok, maling dan sebagainya yang lari kedaerah Blabak dan anehnya daerah tersebut aman. Semaikn lama istilah Blabak terdengar sampai ke daerah lain dan akhirnya daerah tersebut dinamaikan Blabak.
Karena pada jaman itu negara kita masih dijajah Belanda maka pemerintah kolonial Belanda mengadakan suatu sayembara yang isinya bahwa barang siapa yang mampu memimpin masyarakat Blabak akan diberi hadiah dan kedudukan sebagai lurah. Akhirnya muncul orang gagah perkasa yang datang dari daerah Kedu (Parakan) yang bernama Suro Lekosono dan mampu memimpin masyarakat Blabak. Dengan demikian orang yang pertama kali menjadi lurah adalah Suro Leksono walaupun tanpa pilihan, beliau mampu memimipin wilayah yang terdiri dari 7 dukuh yaitu Blabak, Ngablak Sirayu, Banjarsari, Ndolo dan Kuwasen.
Mulai saat itu memang mengalami perjuangan sangat berat karena harus dapat mengamankan brandal, pencoleng dan perampok yang bercokol didaerah dukuan. Walaupun demikian Suro Leksono dalam memimpin masyarakat yang awan tersebut dapat aman dan tentram.
Sekitar tahun 1867 daerah tersebut dinamakan Jatirejo dan dalam pemimpinnya sudah dibantu oleh beberapa pamong praja. Diantaranya yaitu simbah Kyai Potrowongso dan simbah Kyai Khaulan. Mereka bekerjasama dan berikhtiar untuk menjalankan kepemerintahan yang adil dan bijaksana. Simbah Kyai Potrowongso melakukan ritual “Topongeli” dari sungai Kranji sampai sendang Srintil dan sempat diganggu oleh makhluk halus ditawarkan diberi sebuah emas sebesar buah kelapa namun beliau tidak mau. Akhirnya beliau ditemui Sunan Kalijaga ditunjukkan pohon Aren untuk mengolah buahnya yaitu kolang-kaling. Sunan kalijaga berpesan “olahlah kolang kaling itu, buahnya dapat menjadi emas bagi kemakmuran wargamu”. Akhirnya lambat laun desa Jatirejo menjadi desa yang gemah ripah loh jinawi, tentram kerta raharja. Semakin lama desa Jatirejo semakin bertambah penduduknya sehingga diadakan suatu pemecahan wilayah oleh lurah. Desa Sadeng dan Kuwasen menjadi satu desa mempunyai lurah sendiri. Dukuh Ndolo dan Banjarsari menjadi satu desa juga mempunyai lurah sendiri. Desa Jatirejo tinggal 3 dukuh yaitu Mblabak, Ngablak dan Sirayu yang terjadi sekitar tahun 1879. Desa Jatirejo dipimpin oleh anak menantu Bapak Lurah Suro Leksono yang bernama Supar Pawiro Leksono pada tahun 1966.
Supar Pawiro Leksono menjadi Lurah Jatirejo sampai tahun 1965 dan selanjutnya pada tahun 1966 digantikan oleh putra Bapak Supar Pawiro Leksono yg bernama Sudiyono lewat pemilihan yang menggunakan biting yang dimasukkan kedalam bumbung. Pada tahun 1980 ada perubahan Kepala Desa menjadi Kepala Kelurahan dan ikut Kotamadya Semarang sampai sekarang yang sebelumnya masuk Kabupaten Ungaran.
Berikut nama-nama Lurah yang pernah menjabat di Kelurahan Jatirejo
- Tahun 1970 - 1 April 1995 : Bapak Sudiyono
- Tahun 1995 - 2 Juli 1998 : Serma Subadi
- Tahun 1998 - 2003 : Ganefo Sodri Anwar,SH
- Tahun 2003 - 2006 : Sunariyadi
- Tahun 2006 - 2009 : Eko S. Riyanto ,SH
- Tahun 2009 - 2014 : RBAS Wahyu Mahardi ,SH
- Tahun 2014 – 2016 : Hartano ,S. Sos
- Tahun 2016 - Nopember 2021 : Bambang Haryanto ,SH
- Tahun 2021 – 2023 : Musfiyati ,SH
- 7 Maret 2024 – Sekarang : Romadlon Eko Hariyono, S.Ag., MM.
Jatirejo adalah salah satu kelurahan yang terletak kurang lebih 5 km sebelah Barat Laut Kota Semarang, secara administrasi memiliki wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kandri
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Mijen
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Cepoko
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Cepoko